Mengenai saya
TUGAS TERSTRUKTUR
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN IPS di SD
“PENDEKATAN
KONTEKTUAL TEACHING AND LEARING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN IPS”
Kelompok 7 :
Bagus Setiawan ( F321120 )
Melza Dary Prasetyo ( F32112068 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha
esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah kami dapat menyelesaikan
sebuah karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan
judul "Pendekatan Kontekstual
Teaching and learning (CTL) Dalam Pembelajaran IPS",
yang mmenurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajari karakteristik CTL dan
unsur-unsur apa saja yang terkandung dalam CTL.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf
dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada
tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Pontianak, 17 Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
BAB II PENDEKATAN KONTEKSTUAL TEACING
AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN IPS 2
1. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran CTL 2
2. Unsur-unsur
yang Terkandung Dalam CTL 3
BAB II PENUTUP 7
A. Kesimpulan 7
DAFTAR PUSTAKA 8
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kata kontekstual (contextual) berasal
dari kata context yang berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan
(konteks) ” Adapun pengertian CTL menurut Tim Penulis Depdiknas (2003: 5)
adalah sebagai berikut: Pembelajaran Konstektual adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme (contructivism),
bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling),
refleksi dan penelitian sebenarnya (authentic assessment).
Sedangkan menurut Jhonson (2006: 67) yang mendefinisikan pembelajaran kontekstual
(CTL) sebagai berikut: Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang
bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang
mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks pribadi, sosial dan
budaya mereka.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kontekstual merupakan sebuah strategi pembelajaran yang
dianggap tepat untuk saat ini karena materi yang diajarkan oleh guru selalu
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan menggunakan pembelajaran
kontekstual, materi yang disajikan guru akan lebih bermakna. Siswa akan menjadi
peserta aktif dan membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam
kehidupan mereka.
BAB II
PENDEKATAN KONTEKSTUAL TEACING AND
LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN IPS
1.
Karakteristik
Pendekatan Pembelajaran CTL
Menurut Johnson dalam Nurhadi (2003 : 13), ada
8 komponen yang menjadi karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu
sebagai berikut :
a) Melakukan
hubungan yang bermakna (making meaningfull connection). Siswa dapat
mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau
bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapatbelajar sambil berbuat (learning
by doing).
b) Melakukan
kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa
membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam
kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masayarakat.
c) Belajar yang
diatur sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan kegiatan yang
signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya
dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata.
d) Bekerja sama (collaborating).
Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa bekerja secara efektif dalam kelompok,
guru membantu siswa memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan
salingberkomunikasi.
e) Berpikir kritis
dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan
tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat
menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan
menggunakan logika dan bukti-bukti.
f) Mengasuh atau
memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara
pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang
tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil
tanpa dukungan orang dewasa.
g) Mencapai
standar yang tinggi (reaching high standard). Siswa mengenal dan
mencapai standar yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa
untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang
disebut “excellence”.
h) Menggunakan
penilain autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan
pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang
bermakna.Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah
mereka pelajari untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata.
2. Unsur-unsur
yang Terkandung Dalam CTL
a)
Kontruktivisme (Constructivism)
Setiap
individu dapat membuat struktur kognitif atau
mental berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk
konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme (Ateec, 2000).
Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan (self-discovery),
inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi secara aktif dalam membentuk
ide baru.
Menurut
Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :
1)
Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2)
Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3)
Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense
making);
4)
Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior
Knowledge).
Konstruktivisme
merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas.
Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau
diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata. Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus
dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan (Depdiknas,
2003:6).
Sejalan
dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak. Manusia
memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang
masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Setiap kotak itu
akan diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda-beda oleh setiap individu.
Setiap
pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak yang sudah berisi
pengalaman lama sehingga dapat dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak
manusia dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.
b) Bertanya (Questioning)
Bertanya
merupakan strategi utama dalam pembelajaran
kontekstual. Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing
dan menilai kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya
merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna
untuk :
1)
Menggali informasi, baik administratif maupun
akademis;
2)
Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;
3)
Membangkitkan respon kepada siswa;
4)
Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
5)
Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang
dikehendaki guru;
6)
Membangkitkan
lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
7)
Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
c) Menemukan (Inquiry)
Menemukan
merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri (Depdiknas, 2003).
Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa
langkah, yaitu :
1)
Merumuskan masalah ;
2)
Mengajukan hipotesis;
3)
Mengumpulkan data;
4)
Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;
5)
Membuat kesimpulan.
Melalui
proses berpikir yang sistematis, diharapkan siswa memiliki sikap
ilmiah, rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa.
d) Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep Learning
Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama
dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa,
antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu
materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi
pengalaman (Depdiknas, 2003)
e) Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau
pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa
berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan
sesuau. Dalam arti guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan melibatkan siswa.
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau
dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat
diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi :
1. Kehidupan
yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.;
2. Simbolik (symbolic),
model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ;
3. Representasi
(representation), model yang dipresentasikan dengan menggunakan
alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.
f) Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang
baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,
aktivitas, atau pengetahun yang baru diterima (Depdiknas, 2003).
Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir
pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi
yang realisasinya dapat berupa :
1. Pernyataan
langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada pembelajaran yang baru saja
dilakukan.;
2. Catatan atau
jurnal di buku siswa;
3. Kesan dan
saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.
g) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan
apakah siswa telah mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik
menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus
diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses
pembelajaran.
Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003)
di antaranya: dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa
digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan
sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan
dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya
berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau
penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas tentang pembelajaran
kontekstual, maka dapat
disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pendekatan
kontekstual merupakan wahana yang sangat tepat bagi guru untuk memberdayakan
potensi siswa sesuai dengan kebutuhan serta lingkungan sekolah dan
kehidupannya. Model pembelajaran kontekstual tidak bersifat ekslusif akan tetapi
dapat digabung dengan model-model pembalajaran yang lain, misalnya: penemuan,
keterampilan proses, eksperimen, demonstrasi, diskusi, dan lain-lain. Agar
pendekatan kontekstual dapat diimplementasikan dengan baik, dituntut adanya
kemampuan guru yang inovatif, kreatif, dinamis, efektif dan efisien guna menciptakan
pembelajaran yang kondusif.
2. Penerapan
kegiatan mengkonstruk atau membangun sendiri pengetahuan pada siswa, membuat
siswa terlatih untuk bernalar dan berpikir secara kritis melalui kegiatan
inquiry atau menemukan sendiri masalah, kebebasan bertanya (questioning),
penerapan masyarakat belajar (learning community) yaitu melatih siswa untuk
bekerjasama, sharing idea, saling berbagi pengalaman, pengetahuan, saling
berkomunikasi sehingga terjadi interaksi yang positif antar siswa dan pada akhirnya
siswa terlibat secara aktif belajar bersama-sama.
3. Dalam
pembelajaran kontekstual juga terdapat pemberian reward dalam bentuk pujian,
tepuk tangan dan memajang hasil karya siswa untuk meningkatkan semangat dan
tanggung jawab siswa karena hasil karyanya dihargai oleh guru orang
disekitarnya.
DAFTAR
PUSTAKA