TUGAS TERSTRUKTUR
BIMBINGAN DI SEKOLAH DASAR DAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS”

Kelompok 6 :
Melza Dary Prasetyo ( F32112068 )
Muharniati ( F321120 )





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK

2014

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah kami dapat menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus", yang mmenurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari apa saja yang terdapat dalam klasifikasi anak berkebutuhan khusus.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.


Pontianak, 10 Maret 2014

     Penulis                  

 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                              i
DAFTAR ISI                                                                                                            ii

BAB I PENDAHULUAN                                                                                       1
A.    Latar Belakang                                                                                              1
BAB II KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS                          2
1.      Anak-Anak Berkelainan Fisik                                                                      2
2.      Anak Berkelainan Mental Dan Emosional                                                   5
3.      Anak Berkelainan Akademik                                                                     10
BAB II PENUTUP                                                                                                12
A.    Kesimpulan                                                                                                 12
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                        13

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Membicarakan anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya banyak sekali variasi dan derajat kelainan. Ini mencakup anak-anak yang mengalami kelainan fisik, mental-intelektual, sosial-emosional, maupun masalah akademik. Kita ambil contoh anak-anak yang mengalami kelainan fisik saja ada  tunanetra,  tunarungu,  dan  tunadaksa  (cacat  tubuh)  dengan  berbagai derajat kelaianannya.   Ini adalah yang secara nyata dapat dengan mudah dikenali. Keadaan seperti ini sudah barangtentu harus dipahami oleh seorang guru, karena merekalah yang secara langsung memberikan pelayanan pendidikan di sekolah kepada semua anak didiknya. Namun keragaman yang ada pada anak-anak tersebut belum tentu dipahami semua guru di sekolah.
Untuk itu pada makalah  ini kami akan mengkaji klasifikasi umum mengenai   anak berkebutuhan khusus, yang dilengkapi dengan beberapa ilustrasi  yang  akan  memudahkan  saudara  untuk  mengkajinya.  Klasifikasi yang akan dibahas di sini mencakup anak-anak yang mengalami kelainan fisik, mental-intelektual, maupun sosial emosional.












BAB II
KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
1.        Anak-Anak Berkelainan Fisik
klasifikasi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik, yaitu anak  tunanetra,  tunarungu,  dan  tunadaksa.
Klasifikasi Anak Tunanetra
Anak tunanetra adalah   anak-anak   yang   mengalami   kelainan   atau   gangguan   fungsi penglihatan, yang memiliki tingkatan atau klasifikasi yang berbeda-beda. secara pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah. Berdasarkan tingkatannya, dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1.      Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang  yang  dikatakan  penglihatannya  normal,  apabila  hasil  tes Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter. Sedangkan   untuk   seseorang   yang   mengalam kelainan   penglihatan kategori Low vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m. Kondisi yang demikian sesungguhnya penderita masih dapat melihat dengan bantuan alat khusus. Selanjutnya untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan katergori  berat,  atau    The  blind,    yaitu  penyandang  tunanetra  yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau kurang. Untuk yang kategori berat ini, masih ada dua kemungkinan (1) penderita adakalanya masih dapat melihat gerakan-gerakan tangan, ataupun (2) hanya dapat membedakan  gelap  dan  terang.  Sedangkan  tunanetra  yang  memilki ketajaman penglihatan dengan visus 0, sudah sama sekali tidak dapat melihat.
2.      Berdasarkan adaptasi Pedagogis,
Kirk, SA (1989) mengklasifikasikan  penyandang tunanetra berdasarkan kemampuan     penyesuaiannya  dalam  pemberian  layanan  pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi dimaksud adalah:
·         Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
·         Ketidakmampuan  melihat  taraf  berat  (severe  visual  disability).  Pada taraf ini,mereka memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang akurat           meskipun   dengan   menggunakan   alat   Bantu   visual   dan modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam mengerjakantugas-tugas visual.
·         Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability) Pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas- tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail  seperti  membaca  dan  menulis.  Untuk  itu  mereka  sudah  tidak dapat      memanfaatkan     penglihatannya     dalam    pendidikan,     dan mengandalkan  indra  perabaan  dan  pendengaran  dalam  menempuh pendidikan.
Klasifikasi Anak Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang   ada   di   sekitarnya.   Tunarungu   terdiri   atas   beberapa   tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi anak tunarungu secara umum, yaitu:
1.      Klasifikasisi umum
·         The deaf, atau tuli, yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90 dB.
·         Hard  of  Hearing,  atau  kurang  dengar,  yaitu  penyandang  tunarungu ringan atau sedang, dengan derajat ketulian 20 – 90 dB.
2.      Klasifikasi Khusus
·         Tunarungu  ringan,  yaitu  penyandang  tunarungu  yang  mengalami tingkat  ketulian 25– 45 Db, yaitu sesorang yang mengalami ketunarunguan taaf ringan,  dimana ia mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian, seseorang anak secara pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam belajarnya di sekolah,  misalnya  dengan  menempatkan  tempat  duduk  di  bagian depan, yang dekat dengan guru.
·         Tunarungu  sedang,  yaitu  penyandang  tunarungu  yang  mengalami tingkat  ketulian 46 – 70 dB,yaitu seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf sedang, dimana ia hanya dapat mengerti percakapan pada jara 3-5 feet secara berhadapan,  tetapi  tidak  dapt  mengikuti  diskusi-diskusi  di  kelas. Untuk anak yang mengalami ketunarunguan taraf ini memerlukan adanya alat bantu dengar (hearing aid), dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
·         Tunarungu  berat,  yaitu  penyandang  tunarungu  yang  mengalami tingkat  ketulian 71 – 90 dB,sesorang yang mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan kategori ini juga memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah. Siswa juga sangat memerlukan adanya  pembinaan  atau  latihan-latihan  komunikasi  dan pengembangan bicaranya.
·         Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat  ketulian 90 dB ke atas, Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran- getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu kategori ini lebih mengandalkan kemampuan visual atau penglihatannya.
Klasifikasi Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat   tubuh,   yang 
mencakup   kelainan   anggota   tubuh   maupun   yang mengalami  kelainan  gerak  dan  kelumpuhan,  yang  sering  disebut  sebagai cerebral palsy (CP), dengan klasifikasi sebagai berikut:
Menurut     tingkat     kelainannya,     anak-anak     tunadaksa     dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.      Cerebral palsy (CP) :
·         Ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat menolong dirinya sendiri.
·         Sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan mengurus diri sendiri.
·         Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan menolong diri sendiri.
2.      Berdasarkan letaknya
·         Spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya.
·         Dyskenisia,  gerakannya  tak  terkontrol  (athetosis),  serta  terjadinya kekakuan pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan (rigid).
·         Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, dan cara berjalannya gontai.
·         Campuran, yang mengalami kelainan ganda
3.      Polio
·         Tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki
·         Tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi yang menyebabkan adanya gangguan pernapasan.
·         Tipe bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair.
·         Encephalitis,   yang   umumnya   ditandai   dengan   adanya   demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.
2.        Anak Berkelainan Mental Dan Emosional
Klasifikasi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan mental- emosional,   yaitu   anak   tunagrahita,   dan   tunalaras.   
Klasifikasi Anak Tunagrahita
Untuk memahami klasifikasi anak tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan   klasifikasinya   karena   setiap   kelompok   tunagrahita   memiliki klasifikasi yang berbeda-beda. Sesuai dengan bidang bahasan pada materi ini akan dibahas klasifikasi akademik tunagrahita sebagai berikut:
Ada beberapa klasifikasi atau pengelompokkan tunagrahita berdasarkan berbagai tinjauan diantaranya:
1.      Berdasarkan kapasitas intelektual (sekor IQ)
-          Tunagrahita ringan IQ 50 – 70
-          Tunagrahita sedang IQ 35 – 50
-          Tunagrahita berat IQ 20 – 35
-          Tunagrahita sangat berat memiliki IQ di bawah 20
2.      Berdasarkan kemampuan akademik
-          Tunagrahita mampudidik
-          Tunagrahita mampulatih
-          Tunagrahita perlurawat\
3.      Berdasarkan tipe klini pada fisik
-          Down’s Syndrone (Mongolism)
-          Macro Cephalic (Hidro Cephalic)
-          Micro Cephalic
Pengklasifikasian anak tunagrahita perlu dilakukan untuk memudahkan guru dalam menyusun program layanan/pendidikan dan melaksanakannya secara tepat. Perlu diperhatikan bahwa perbedaan individu (individual deferences) pada anak tunagrahita bervariasi sangat besar, demikian juga dalam pengklasifikasi terdapat cara yang sangat bervariasi tergantung dasar pandang dalam pengelompokannya. Klasifikasi itu sebagai berikut :
1.      Klasifikasi  yang  berpandangan  medis,  dalam  bidang  ini  memandang variasi anak tunagrahita dari keadaan tipe klinis. Tipe klinis pada tanda anatomik dan fisiologik yang mengalami patologik atau penyimpangan. Kelompok tipe klinis di antaranya:
a.       Down Syndrom (dahulu disebut Mongoloid)
Pada tipe ini terlihat raut rupanya menyerupai orang Mongol dengan ciri:  mata sipit dan miring, lidah tebal dan terbelah-belah serta biasanya menjulur keluar, telinga kecil, tangan kering, semakin dewasa kulitnya semakin kasar, pipi bulat, bibir tebal dan besar, tangan bulat dan lemah, kecil, tulang tengkorak dari muka hingga belakang tampak pendek.
b.      Kretin
Pada tipe kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri: badan pendek, kaki  tangan  pendek,  kulit  kering,  tebal,  dan  keriput,  rambut  kering, kuku pendek dan tebal.
c.       Hydrocephalus
Gejala yang nampak adalah semakin membesarnya Cranium (tengkorak kepala)  yang  disebabkan  oleh  semakin  bertambahnya  atau bertimbunnya cairan Cerebro-spinal pada kepala. Cairan ini memberi tekanan pada otak besar (cerebrum) yang menyebabkan kemunduran fungsi otak.
d.      Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus dan Schaphocephalus
Keempat  istilah  tersebut  menunjukkan  kelainan  bentuk  dan  ukuran kepala, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
Æ’Microcephalus                 : bentuk ukuran kepala yang kecil
Æ’Macrocephalus                : bentuk  ukuran  kepala  lebih  besar  dari  ukuran normal
Æ’Brachicephalus    : bentuk kepala yang melebar
Æ’Schaphocephalus : memiliki ukuran kepala yang panjang sehingga menyerupai menara
e.       Cerebral Palsy (kelompok kelumpuhan pada otak
Kelumpuhan pada otak mengganggu fungsi kecerdasan, di samping kemungkinan mengganggu pusat koordinasi gerak, sehingga kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita dan gangguan koordinasi gerak. Gangguan koordinasi gerak menjadi kajian bidang penanganan tunadaksa, sedangkan gangguan kecerdasan menjadi kajian bidang penanganan tunagrahita.
f.       Rusak otak (Brain Damage)
Kerusakan otak berpengaruh terhadap berbagai kemampuan yang dikendalikan oleh pusat susunan saraf yang selanjutnya dapat terjadi gangguan kecerdasan, gangguan pengamatan, gangguan tingkah laku, gangguan perhatian, gangguan motorik.
2.      Klasifikasi yang berpandangan pendidikan, memandang variasi anak tunagrahita dalam kemampuannya mengikuti pendidikan. Kalangan American Education (Moh. Amin, 1995:21) mengelompokkan   menjadi   Educable   mentally   retarded,   Trainable mentally retarded dan Totally / costudial dependent yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : mampu didik, mampu latih, dan perlu rawat. Pengelompokan tersebut sebagai berikut:
a.       Mampu   didik,   anak   ini   setingkat   mild,   Borderline,   Marginally dependenmoron,dan debil. IQ mereka berkisar 50/55-70/75.
b.      Mampu latih, setingkat dengan Morderate, semi dependent, imbesil, dan memiliki tingkat kecerdasan IQ berkisar 20/25-50/55.
c.       Perlu rawat, mereka termasuk Totally dependent or profoundly mentally retarded, severe, idiot, dan tingkat kecerdasannya 0/5-20/25
3.      Klasifikasi yang berpandangan sosiologis memandang variasi tunagrahita dalam kemampuannya mandiri di masyarakat, atau peran yang dapat dilakukan masyarakat. Menurut AAMD (Amin, 1995:22-24) klasifikasi itu sebagai berikut :
a.       Tunagrahita ringan; tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50-70, dalam penyesuaian sosial maupun bergaul, mampu menyesuaikan diri pada  lingkungan  sosial  yang  lebih  luas  dan  mampu  melakukan pekerjaan setingkat semi terampil.
b.      Tunagrahita sedang; tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar antara 30-50; mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf); mampu mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat; dan mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja di tempat kerja terlindung (sheltered work-shop).
c.       Tunagrahita berat dan sangat berat, mereka sepanjang kehidupannya selalu tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Ada yang masih mampu dilatih mengurus sendiri dan berkomunikasi secara sederhana dalam batas tertentu, mereka memiliki tingkat kecerdasan (IQ) kurang dari 30.
4.      Klasifikasi yang dikemukakan oleh Leo Kanner (Amin, 1995:22-24), dan ditinjau  dari sudut tingkat pandangan masyarakat sebagai berikut:
a.       Tunagrahita absolut, termasuk kelompok tunagrahita yang jelas nampak ketunagrahitannya baik berada di pedesaan maupun perkotaan, di masyarakat petani maupun masyarakat industri, di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan di tempat pekerjaan. Golongan ini penyandang tunagrahita kategori sedang.
b.      Tunagrahita relatif, termasuk kelompok tunagrahita yang dalam masyarakat tertentu dianggap tunagrahita, tetapi di tempat masyarakat lain tidak dipandang tunagrahita. Anak tunagrahita dianggap demikian ialah anak tunagrahita ringan karena masyarakat perkotaan yang maju dianggap tunagrahita   dan   di   masyarakat   pedesaan   yang   masih terbelakang dipandang bukan tunagrahita.
c.       Tunagrahita semu (pseudo mentally retarded) yaitu anak tunagrahita yang menunjukan penampilan sebagai penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya ia mempunyai kapasitas kemampuan yang normal. Misalnya seorang anak dikirim ke sekolah khusus karena menurut hasil tes kecerdasannya rendah, tetapi setelah mendapat pengajaran remedial dan bimbingan khusus menjadikan kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya normal.
5.      Klasisikasi   menurut   kecerdasan   (IQ),   dikemukakan   oleh   Grosman (Hallahan & Kauffman, 1988:48) sebagai berikut:

TERM

IQ RANGE FOR LEVEL
Mild Mental Retardation
Mederate Mental Retardation
Severe Mental Retardation
Profound Mental Retardation
55-70 to Aprox, 70
35-40 to 50-55
20-25 to 35-40 bellow 20 or 25
Klasifikasi tunagrahita dari berbagai pandangan tersebut jika dipadukan akan membentuk tabel sebagai berikut:


Kemampuan dalam
pendidikan
Sosiologis
Tingkat
kecacatan
Tingkat
kecerdasan (IQ)
Mampu didik
Ringan,mild,
marginally, dependent, moron.
Debil
55-70 to Aprox 70
Mampu latih
Sedang, moderate,
semi dependent.
Imbesil
35-40 to 50-55
Perlu rawat
Berat, severe,
totally dependent, profound.
Idiot
20-25 to 35-40
bellow 20 or 25
Klasifikasi Anak Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya. Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan intelektual yang normal, atau tidak berada di bawah rata-rata. Kelainan lebih banyak banyak terjadi pada perilaku sosialnya.
Beberapa  klasifikasi  yang  menonjol  dari  anak-anak  berkebutuhan khusus yang  mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:
1.      Berdasarkan perilakunya
·         Beresiko  tinggi;  hiperaktif    suka  berkelahi,  memukul,  menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain, mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya.
·         Beresiko rendah; autism,  kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya.
·         Kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-anagan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya
·         Agresif; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
2.      Berdasarkan Kepribadian
·         Kekacauan perilaku
·         Menarik diri (withdrawll)
·         Ketidakmatangan (immaturity)
·         Agresi sosial

3.        Anak Berkelainan Akademik
Pada bagian ini akan mengantarkan saudara untuk memahami karakateristik anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan akademik, yaitu anak berbakat, dan anak berkesulitan belajar. Untuk itu saudara diharapkan dapat mencermatinya dengan baik, dan membaca referensi yang relevan dengan kajian materi ini. Usai mengikuti pembahasan subunit ini saudara diharapkan dapat menjelaskan KLASIFIKASI anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan akademik.
Klasifikasi Anak Berbakat
Anak berbakat dalam konteks ini adalah anak-anak yang mengalami kelainan intelektual di atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan intelektual  ini  Cony  Semiawan  (1997:24)  mengemukakan,  bahwa diperkirakan satu persen dari populasi total penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 ke atas, merupakan manusia berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan mereka yang rentangannya berkisar 120-137 yaitu yang mencakup rentangan 10 persen di bawah yang satu persen itu disebut moderately gifted. Mereka semua memiliki talen akademik (academic talented) atau keberbakatan intelektual.
Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berbakat  umumnya hanya dilihat dari tingkat inteligensinya, berdasarkan standar Stanford Binet, yaitu meliputi :
1.      kategori rata-rata tinggi , dengan tingkat kapasitas intentelektual (IQ):110-119  
2.      kategori superior, dengan tingkat kapasitas intelektual (IQ) :120-139, dan
3.      kategori sangat superior, dengan tingkat intelektual (IQ) :140-169
Ketiga  klasifikasi  tersebut,  sebenarnya  yang  masuk  kategori  anak berbakat  dalam kontek pendidikan anak berkebutuhan khusus di sini.
Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar
Berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi (prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Learning disability merupakan suatu istilah yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang berkaitan dengan masalah akademis.
Adapun klasifikasi anak berkesulitan belajar spesifik yang merupakan jenis kelainan unik tidak ada kesamaan antara penderita satu dengan lainnya. Untuk mengklasifikasikan anak berkesulitan belajar spesifik dapat dilakukan berdasar pada tingkat usia dan juga jenis kesulitannya, yaitu:

1.      Kesulitan Berlajar Perkembangan
Pengelompokkan kesulitan belajar pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) adalah kesulitan belajar perkembangan, hal ini dikarenakan anak balita belum belajar secara akademis, tetapi belajar dalam proses kematangan prasyarat akademis, seperti kematangan persepsi visual- auditory, wicara, daya deferensiasi, kemampuan sensory-motor dsb.
2.      Kesulitan Belajar Akademik
Anak-anak usia sekolah yaitu usia di atas 6 tahun masuk dalam kelompok kesulitan belajar akademik, disebabkan karena kesulitan belajar akademik anak-anak ini mengalami kesulitan bidang akademik di sekolah yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis/bidang akademik seperti berhitung/matematika (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (disphasia), kesulitan/tidak terampil (dispraksia), dsb.
Ada  klasifikasi  lain  yang  berdasarkan  dari  jenis  gangguan  atau kesulitan yang dialami anak yaitu:
·         Dispraksia,   merupakan   gangguan   pada   keterampilan   motorik,   anak terlihat  kurang  terampil  dalam  melakukan  aktivitas  motorik.  Seperti sering  menjatuhkan  benda  yang  dipegang,  sering  memecahkan  gelas kalau minum.
·         Disgraphia, kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisanya sulit untuk dibaca orang lain, ada yang sangat lambat aktibitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik  sehingga  sering  salah  atau  tidak  sesuai  apa  yang  dikatakan dengan yang ditulis.
·         Diskalkulia, adalah kesulitan dalam menghitung dan matematika hal ini sering dikarenakan adanya gangguan pada memori dan logika.
·         Disleksia,  merupakan  kesulitan  membaca  baik  membaca  permulaan maupun pemahaman.
·         Disphasia, kesulitan berbahasa dimana anak sering melakukan kesalahan dalam berkomunikasi baik menggunakan  tulis maupun lisan.
·         Body awarness, anak tidak memiliki akan kesadaran tubuh sering salah prediksi pada aktivitas gerak mobilitas seperti sering menabrak bila berjalan.

BAB III

PENUTUP

A.            Kesimpulan
Klasifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami kelainan fisik mencakup anak-anak yang mengalami kelainan penglihatan (tunanetra), kelainan fungsi pendengaran (tunarungu), dan anak-anak yang mengalami kelainan tubuh (tunadaksa). Derajat kelainan masing-masing jenis ketunaan tersebut sangat beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.
Klafifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami kelainan mental intelektual dan emosional mencakup anak-anak yang mengalami kelainan keterbelakangan mental (tunagrahita), dan anak-anak yang mengalami kelainan perilaku sosial (tunalaras). Derajat kelainan masing- masing jenis ketunaan tersebut juga sangat beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.
Anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami berkelainan akademik dalam konteks ini mencakup anak-anak berbakat dan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar khusus. Derajat kelainan masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus tersebut juga sangat beragam, dari kategori ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.




DAFTAR PUSTAKA
http://educloud.fkip.unila.ac.id/index.php?dir=Ilmu%20Pendidikan/Pendidikan%20Guru%20Sekolah%20Dasar/Pendidikan%20Anak%20Berkebutuhan%20Khusus/&file=Pendidikan%20Anak%20Kebutuhan%20Khusus%20UNIT%203.pdf

{ 1 komentar... read them below or add one }

  1. Hello Good People!

    BEMF Psikologi Universitas Gunadarma proudly present the last and biggest event "Psychology Innovation in Art, Social and Education (PIASE) 2016

    PIASE 2016 bertemakan "Let Your Mind Be Colored", adalah suatu rangkaian acara seni yang berlandaskan adanya unsur sosial dan edukasi yang dapat memberikan kelengkapan pemenuhan fungsi indera manusia yang mencangkup proses visual, auditori dan sensoris.

    PIASE 2016 memiliki berbagai rangkaian acara yaitu:
    1. Singing Competition
    2. Talkshow Musik
    3. Talkshow Anak Berkebutuhan Khusus
    4. Psychology Village (COMING SOON)
    5. Closing Stage (COMING SOON)

    Want to know more? Don't forget to follow us on our media social accounts!
    Line Official: @jgh7002f
    Instagram: @piase_UG2016
    Twitter: @piase_UG2016
    Path: PIASE UG 2016
    Facebook: PIASE GUNADARMA

    #PIASE2016 #SATUPSIKOLOGI

    BalasHapus

Translate

Pengikut

Popular Post

Blog Archive

- Copyright © Melza D.P 4C Reg B -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -